KISAH NYATA SEORANG IBU YANG MENOLAK MEMBUNUH 2 CALON BAYINYA

Dapat Email dari seorang teman
KISAH NYATA SEORANG IBU YANG MENOLAK MEMBUNUH 2 CALON BAYINYA
Silahkan "SHARE" jika anda tersentuh dengan kisahnya (",)

****************************************
Ibu mana di dunia ini yang rela untuk membunuh darah dagingnya sendiri !! bahkan singa yang buas sekalipun tak kan pernah memangsa anaknya dan kisah ini juga di alami oleh EMMA Robbins ,dia merasa benar -benar merasa diberkati ketika dokter mengatakan dirinya hamil lagi. Kali ini tidak hanya satu calon bayi, melainkan sekaligus empat calon bayi. Namun kebahagiaan ini harus dilalui Emma dengan penuh tekanan dan perjuangan batin.

Seperti di kutip dari jpnn.com karena resiko yang dikhawatirkan ketika melahirkan, Dokter selalu menyarankan Emma untuk memilih dua calon bayi untuk memberi kesempatan hidup dua calon bayi lainnya. Namun saran dokter selalu ditolak.

Keteguhan hati Emma berakhir bahagia. Kelahiran bayi kembar empat yang hanya terjadi 1 berbanding 3,5 juta itu berjalan dengan baik dan lancar. 29 Februari lalu adalah perayaan ulang tahun pertama empat putra Emma yang diberi nama Zachary, Joshua, Ruben dan Sam.

"Instingku benar. Mereka kini benar-benar sehat dan menggemaskan," kata Emma dilansir dari maildaily, Minggu (3/3).
Emma (31) dan suaminya Martin (39), sebenarnya sudah memiliki seorang putra bernama Luke (3). Mereka tidak menyangka, ketika melakukan pemeriksaan kehamilan kedua, dokter mengatakan calon bayi mereka akan ada empat dan menjadi kembar identik.

"Saya berbohong kalau mengatakan itu mudah. Tapi kami sangat senang dan tidak akan pernah menyerah pada bayi ini," kata Emma menceritakan masa-masa awal kehamilannya.

"Pada 10 minggu pertama kehamilan, perutku kelihatan jauh lebih besar. Aku menderita morning sickness akut, ketika itulah aku mulai khawatir ada sesuatu yang salah," tambah Emma.

Setelah melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit ST Michael di Bristol, Dokter memperingatkan pasangan ini untuk mempertimbangkan kehidupan dua calon bayi mereka, untuk memberi kehidupan bayi dua calon bayi lainnya.

Saat itulah Emma mulai bimbang dan khawatir. Apalagi dokter sempat mengatakan, jika tidak memilih, potensi kehamilannya juga beresiko untuk mengalami keguguran atau bayinya akan lahir dengan penyakit bawaan permanen.

"Dokter mengatakan kami memiliki tiga pilihan. Pertama mengakhiri kehamilan, mengurangi kehamilan dengan membunuh beberapa embrio atau tetap melanjutkan," kata Emma soal pilihan dokter.

Saat itu Emma mengaku benar-benar dihadapkan pada pilihan sulit. Naluri seorang Ibu membawanya untuk menyentuh perutnya dan mengajak calon anaknya berbicara. Dengan penuh kelembutan Emma berusaha berbicara dengan buah hatinya. Ketika itulah Emma merasakan ada pergerakan yang luar biasa seolah sang calon anak menguatkannya.

"Rasa cinta yang luar biasa membuat saya mengatakan pada dokter, bahwa saya akan tetap menjaga keempatnya meski apapun resikonya," tegas Emma.

Memasuki usia kehamilan 12 minggu, Dokter kembali mengingatkan Emma soal resiko kehamilannya. Hal yang sama kembali disarankan Dokter ketika memasuki masa kehamilan 16 minggu.

"Saat itu aku merasa tidak adil. Merasa diberi tekanan besar dan aku mulai marah. Aku pergi ke rumah sakit untuk diberi tahu soal resiko ini, tapi setiap aku melihat calon anak-anak ini, aku berpikir soal rasa kehilangan orang yang dicintai. Pikiran untuk melepas dua dari empat tidak sanggup aku pikirkan," kata Emma.

Dokter memberi Emma dan suaminya batas waktu hingga 20 Minggu, apakah tetap melanjutkan atau membunuh dia calon bayi kembarnya. Ketika saat itu tiba, Dokter mengatakan bahwa empat calon bayi Emma adalah laki-laki. Seketika Emma menegaskan pada Dokter untuk tetap mempertahankan semua anak-anaknya.

"Saya memutuskan untuk melakukan segalanya sesuai kemampuan terbaik saya. Agar ke empat bayi ini bisa lahir ke dunia," tegas Emma pada Dokter saat itu.

Hingga momen bahagia sekaligus menegangkan itu terjadi. Tepatnya 29 Februari tahun lalu, empat bayinya selamat dilahirkan melalui operasi sesar. Saat lahir, Ruben yang pertama lahir menyusul Zachary, Joshua dan Sam.


Setelah mendapat perawatan selama dua bulan di rumah sakit karena bobotnya yang terlalu kecil, akhirnya Emma dan suaminya mendapatkan keajaiban, ketika putra-putra mereka diperbolehkan pulang. Hingga saat ini keempat putra mereka tumbuh menjadi anak yang sehat dan lucu.

"Kami mengurus mereka satu demi satu. Semuanya minum susu dari empat botol dan beratnya terus bertambah. Kami sangat bahagia semuanya tumbuh sehat," kata Emma

'' TUHAN MAHA TAHU, TAPI DIA MENUNGGU "

Sedikit terseret hati ini,
ketika mendengar kabar, beberapa teman-temanku telah "BERISI".
ada yang pertama, kedua, ketiga, bahkan mungkin telah punya yang kelima.

didalam hatiku seakan berteriak, merintih kesakitan.
Seberapa lamakah Sang Pencipta tidak menyanggupi permohonanku, ataukah Dia tidak mendengar kesakitan hatiku??

tanpa sengaja aku menemukan pesan yang indah, yang mengubahkan pikiranku.. 

Tuhan tau kondisi setiap pasangan yang teramat mendambakan keturunan,
Tuhan tau seberapa besar usaha yang dilakukan,
Tuhan tau seberapa banyak pengorbanan yang dilakukan,
Tuhan tau seberapa banyak uang dikeluarkan,
Tuhan tau seberapa banyak doa yang dilantunkan,
Tuhan mengetahui semuanya,,

Tapi, Tuhan ingin mengetahui, dan dia menunggu,
Sampai sebatas apa usaha yang dilakukan umat-Nya,
Sampai sejauh mana pengorbanan yang dilakukan,
Sampai berapa banyak uang yang dikeluarkan,
Sampai sebatas mana doa terus dipanjatkan,
Sampai sebesar apa "KESABARAN" yang kita punya,,,

Penantian itu, bisa 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, atau bahkan lebih. Jika kita masih bersabar dan masih memiliki harapan, maka suatu saat pasti akan dikabulkan. Jadi, buat bunda-bunda semua yang belum dikabulkan doanya untuk mendapatkan keturunan, jangan pernah menyerah ya,,
Jangan sampai penantian yang telah kita lakukan menjadi sia-sia hanya karena kita putus asa, dan tidak memiliki harapan lagi,,
Tetap semangat ya,,
Kalian harus percaya, bahwa janji Tuhan itu benar adanya,,

Terima kasih Tuhan, Kau kembalikan Iman ini kepadaku.
ku mohon, berilah kekuatan dan 1000 bahkan lebih banyaknya kesabaran.
aku percaya bahwa Engkau tetap menepati Janji-Mu, tepat pada waktu-Mu.
ku ingat perkataan suamiku, jangan menyerah dan suatu saat kau akan melompat kegirangan karna perbuatan Tuhan, bahkan kau bisa tercengang-cengang memandang perbuatan-Nya itu.

Amiiiin     

 

Sungguh menginspirasi

Dapat dari seorang teman FB
Sebenarnya cerita ini sudah sangat lama beredar di internet, situs sumber yang saya kutib sendiri telah membuat tulisan ini pada tahun 2009, tapi karena melihat betapa besar hikmah yang bisa saya peroleh dari kisah ini saya memutuskan untuk memuat kembali artikel tersebut dalam blog saya, dan karena isinya merupakan sebuah tulisan dalam buku harian saya memutuskan untuk memuat secara penuh karena takut ada bagian yang hilang atau berubah pengertiannya. Inilah isi buku harian seorang pramugari yang mampu membuat para pengguna internet merasa sangat tersentuh.

Saya adalah seorang pramugari biasa dari Eastern Airlines, karena masa kerja saya belum lama, jadi belum menjumpai masalah besar yang tidak bisa dilupakan, setiap hari terlewati dengan hal-hal kecil yaitu menuangkan air dan menyuguhkan teh. Tidak ada kegairahan dalam bekerja, sangatlah hambar.

Tapi hari ini, tanggal 7 Juni, saya telah menjumpai suatu kejadian yang merubah pemikiran saya terhadap pekerjaan dan pandangan hidup.

Hari ini kami melakukan penerbangan dari Shanghai ke Beijing, penumpang saat itu sangat banyak, satu unit pesawat terisi penuh.

Di antara rombongan orang yang naik pesawat ada seorang paman tua dari desa yang tidak menarik perhatian, dia membopong satu karung goni besar di punggungnya, dengan membawa aroma tanah yang khas dari pedesaan.

Saat itu saya sedang berada di depan pintu pesawat untuk menyambut para tamu, pikiran pertama yang menghampiri saya saat itu adalah masyarakat sekarang ini sudah sangat makmur, bahkan seorang paman tua dari desa pun memiliki uang untuk naik pesawat, sungguh royal.

Ketika pesawat sudah mulai terbang datar, kami mulai menuangkan air, hingga tiba di baris kursi ke 20-an, terlihat paman tua tersebut, dia duduk dengan sangat hati-hati, tegak tidak bergerak sama sekali, karung goninya juga tidak diletakkan di tempat bagasi bawaan, tingkah si paman tua itu menggendong karung goni besar sekilas seperti rak penyangga bola dunia (globe), tegak seperti patung.

Saat ditanya mau minum apa, dengan gugup dia menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata tidak mau. Saat hendak dibantu untuk menyimpan karungnya di tempat bagasi dia juga menolak. Terpaksa kami biarkan dia menggendong karung tersebut.

Beberapa saat kemudian tiba waktunya untuk membagikan makanan, kami mendapatkan bahwa dia masih duduk dengan tegak dan tidak bergerak sama sekali, kelihatannya sangat gelisah, saat diberi nasi, dia tetap saja menggoyangkan tangannya menolak tanda tidak mau.

Karenanya kepala pramugari datang menghampirinya dengan ramah menanyakan apakah dia sedang sakit. Dengan suara lirih dia berkata ingin ke toilet tapi dia tidak tahu apakah boleh berkeliaran di dalam pesawat, dia takut merusak barang-barang yang ada di dalam pesawat.

Kami memberitahu dia tidak ada masalah dan menyuruh seorang pramugara mengantarkannya ke toilet. Saat menambahkan air untuk kedua kalinya, kami mendapati dirinya sedang mengamati penumpang lain minum air sambil terus menerus menjilat-jilat bibirnya sendiri, karenanya kami lantas menuangkan secangkir teh hangat dan kami letakkan di atas mejanya tanpa bertanya kepadanya.

Siapa sangka tindakan kami ini membuat ia sangat ketakutan dan berkali-kali ia mengatakan tidak perlu, kami pun berkata kepadanya minumlah jika sudah haus. Mendengar demikian dia melakukan tindakan yang jauh lebih mengejutkan lagi, buru-buru dia mengambil segenggam uang dari balik bajunya, semuanya berupa uang koin satu sen-an, dan disodorkan kepada kami.

Kami mengatakan kepadanya bahwa minuman ini gratis, dia tidak percaya. Dia sepanjang perjalanan beberapa kali ia masuk ke rumah orang untuk meminta air minum tetapi tidak pernah diberi, bahkan selalu diusir dengan penuh kebencian.

Akhirnya kami baru mengetahui ternyata demi menghemat uang, sepanjang perjalanannya ia sebisa mungkin tidak naik kendaraan dan memaksakan diri berjalan kaki hingga mencapai kota terdekat dengan bandara, barulah dia naik taksi ke bandara, bekal uangnya tidak banyak, maka dia hanya bisa meminta air minum dari depot ke depot sepanjang perjalanan yang dilewatinya. Sayang sekali dia sering sekali diusir pergi, orang-orang menganggapnya pengemis.

Kami menasihatinya selama beberapa waktu lamanya hingga akhirnya dia mau mempercayai kami, duduk, lalu perlahan-lahan meminum tehnya. Kami menanyakan apakah dia lapar, maukah memakan nasi, dia masih tetap saja mengatakan tidak mau.

Dia bercerita bahwa ia memiliki 2 orang putra, keduanya bisa diandalkan dan sangat berguna, keduanya diterima di perguruan tinggi, yang bungsu sekarang kuliah di semester 6, sedangkan si sulung telah bekerja.

Kali ini dia ke Beijing menjenguk anak bungsunya yang sedang kuliah. Karena anak sulung sudah bekerja bermaksud menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersamanya di kota, akan tetapi kedua orang tuanya tidak terbiasa, mereka hanya menetap beberapa waktu lamanya lalu kembali lagi ke desa.

Kali ini karena anak sulungnya tidak ingin sang ayah susah payah naik angkutan, maka dibelikanlah tiket pesawat khusus bagi ayahnya dan bermaksud menemani ayahnya untuk berangkat bersama dengan pesawat karena sang ayah tidak pernah menumpang pesawat sebelumnya, ia sangat khawatir ayahnya tidak mengenali jalan. Akan tetapi ayahnya mati-matian tidak mau naik pesawat karena beranggapan bahwa hal tersebut adalah suatu pemborosan.

Akhirnya setelah bisa dinasihati sang ayah tetap bersikukuh untuk berangkat sendirian, tidak mau anaknya memboroskan uang untuk membeli selembar tiket lagi.

Dia membopong sekarung ketela merah kering yang diberikan pada anak bungsunya. Ketika pemeriksaan sebelum naik ke pesawat, petugas mengatakan bahwa karungnya itu terlalu besar, dan memintanya agar karung itu dimasukkan ke bagasi, namun dia mati-matian menolak, dia bilang takut ketelanya hancur, jika hancur anak bungsunya tidak mau makan lagi. Kami memberitahu dia bahwa barang bawaannya aman jika disimpan disitu, dia berdiri dengan waspada dalam waktu lama, kemudian baru diletakkannya dengan hati-hati.

Selama dalam perjalanan di pesawat kami sangat rajin menuangkan air minum untuknya, dan dia selalu dengan sopan mengucapkan terima kasih. Tapi dia masih bersikukuh tidak mau makan. Walaupun kami tahu perut si paman tua sudah sangat lapar. Sampai menjelang pesawat akan mendarat, dia dengan sangat berhati-hati menanyakan kepada kami apakah kami bisa memberikan sebuah kantongan kepadanya, yang akan digunakan untuk membungkus nasi jatahnya tersebut untuk dia bawa pergi.

Dia bilang selama ini dia tidak pernah mendapatkan makanan yang begitu enak, dan dia akan bawakan makanan itu untuk diberikan kepada anak bungsunya. Kami semua sangat terkejut.

Bagi kami nasi yang kami lihat setiap hari ini, ternyata begitu berharganya bagi seorang kakek tua yang datang dari desa ini.

Dia sendiri enggan untuk makan, dia menahan lapar, demi untuk disisakan bagi anaknya. Oleh karena itu, seluruh makanan yang sisa yang tidak terbagikan kami bungkus semuanya untuk diberikan kepadanya agar dibawa. Lagi-lagi dia menolak dengan penuh kepanikan, dia bilang dia hanya mau mengambil jatahnya saja, dia tidak mau mengambil keuntungan dari orang lain. Kami kembali dibuat terharu oleh paman tua ini.

Meskipun bukan suatu hal yang besar, akan tetapi bagi saya ini adalah suatu pelajaran yang sangat mendalam.

Tadinya saya berpikir bahwa kejadian ini sudah selesai sampai disini saja, siapa tahu setelah para tamu lainnya sudah turun dari pesawat, tinggallah paman tua itu seorang diri, kami membantunya membawakan karung goninya sampai ke pintu keluar, saat kami akan membantunya menaikkan karung goni tersebut ke punggungnya, mendadak paman tua itu melakukan suatu tindakan yang tak akan pernah saya lupakan seumur hidup: dia berlutut di atas tanah, lalu dengan air mata berlinang dia bersujud kepada kami dan mengatakan, “Kalian semua sungguh adalah orang-orang yang baik, kami orang desa sehari hanya bisa makan nasi satu kali, selama ini kami belum pernah minum air yang begitu manis, tidak pernah melihat nasi yang begitu bagus, hari ini kalian bukan saja tidak membenci dan menjauhi saya, malah dengan ramah melayani saya, sungguh saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada kalian, saya hanya bisa berharap kalian orang-orang yang baik suatu hari nanti akan mendapatkan balasan yang baik”.

Sambil tetap berlutut, sambil berkata seperti itu, sambil menangis, kami semua buru-buru memapahnya untuk berdiri, sambil tiada hentinya menasihatinya dan menyerahkannya kepada seorang penjaga yang bertugas untuk membantunya, setelah itu kami baru kembali ke pesawat untuk melanjutkan pekerjaan kami.

Terus terang saja, selama 5 tahun saya bekerja, di dalam pesawat saya telah menemui berbagai macam penumpang, ada yang tidak beradab, ada yang main pukul, juga ada yang berbuat onar tanpa alas an, tapi kami tidak pernah menjumpai orang yang berlutut kepada kami, terus terang kami juga tidak melakukan hal yang khusus kepadanya, hanya menuangkan air agak sering untuk beliau, hal ini telah membuat seseorang yang telah berumur 70 tahun lebih berlutut untuk berterima kasih kepada kami, lagi pula melihat dia memanggul satu karung ketela merah kering, dia sendiri rela tidak makan dan menahan lapar demi membawakan anaknya nasi yang dibagikan di pesawat, juga tidak mau menerima nasi jatah milik orang lain yang bukan menjadi miliknya, tidak serakah, saya sungguh merasakan penyesalan yang amat mendalam, lain kali saya harus bisa belajar berterima kasih, belajar membalas budi orang lain.

Adalah paman tua ini yang telah mengajarkan kepada saya, bagaimana saya harus hidup dengan penuh kebajikan dan kejujuran.

WISDOM FOR HAPPY MARRIAGE

It was not by change that I met this elderly couple in Hobart-Tasmania, three weeks ago. Audrey and Maurice has been marriage for 56 years. Of course, they have been through all seasons in their lives together as a couple. The fact that they still serve God together in their late 80's, made me want to learn more. One of my new hobby is to learn and gain wisdom from other people. So right after preaching, I met them and asked one question, "What is the secret of your happy marriage" Both of them smiled and said "To have long lasting relationship in marriage, firstly, we must put God as the center of our lives. Secondly, never sleep with anger in your heart. And thirdly, keep forgiving each other. What a wisdom?

Personally, I thank God for people like Audery and Maurice. People who understood the meaning of togetherness. Not only that they knew the purpose of marriage. But also how to keep their love covenant before God and His people. When people understand the "why" they should not have struggle with the "how". I know why God created marriage, so in time of hardship, crisis and conflict, I know how to handle them. Even when our marriage went through "trouble waters" we tried to use God's guide lines instead of worldly guidance. It is not easy my friend. But, never give up. Keep God in the center, keep your heart clean and forgive one another. Ruth Graham said "Happy marriage consist of two forgiver"

When I wrote this devotion, I remember some of my friends who are going to divorce. I wish they met Audrey and Maurice before they made up their decision. My parents divorce when I was six years old. Back then I did not know why, because they never asked my opinion. I was to small to understand what they had been through. What I knew from personal experience was "divorce hurts". It hurt my father, mother and myself. So let us learn to strengthen our marriage by listening the wisdom from my new teacher, Audrey and Maurice.

One of the verse in the Bible that keep my marriage strong till now is found in Malachi 2:15-16 "God, not you, made marriage. His Spirit inhabits even the smallest details of marriage. And what does he want from marriage? Children of God, that's what. So guard the spirit of marriage within you. Don't cheat on your spouse. "I hate divorce," says the God of Israel. God- of- the- Angel- Armies says, "I hate the violent dismembering of the 'one flesh' of marriage." So watch yourselves. Don't let your guard down. Don't cheat." I believe that this principle in marriage is still up to date.

Archives

My Friend's

About Me

Foto Saya
Rivi
Cewek yg lahir pada tgl 12 Maret setelah kemerdekaan RI (ya.. ealah) hehehe... Lebih tepatnya tahun '85 yang lalu... dibesarkan di kota tercinta ku, Ambon Manise.... (kyk gula...) dr seorang Papa yg asli org Ambon 'en Mami yg asli org Malang... so, klo di campur jadinya JAMBON.. Anak bungsu dari berbagai saudara yang ada di pelosok daerah yang berjajar pulau-pulau..(byk ye....) uda selesai sekolah dan sekarang uda kerja, (tp blm selesai lho!!!;P) blm nikah, dan akan menikah (bentar lg, mo lepas masa single..malu nieh) bagi teman's semua yang mau kenalan lebih lanjut.. boleh deh...
Lihat profil lengkapku